Beranda Rakyat
Jember - Bangsa yang lalai
dalam menjaga dan mengembangkan budayanya berpotensi membuat devisanya tersedot
ke luar negeri.
Peringatan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan
Kemendikbud RI, Prof. Dr. Kacung Marijan, dalam sarasehan bertema Perlindungan
Benda Budaya Sebagai Upaya Melestarikan Nilai-Nilai Pancasila yang diselenggarakan oleh Universitas
Jember bersama Paguyuban Pelestari Tosan Aji Nuso Barong di Gedung Soetardjo,
Kamis (13/6).
Peringatan Prof. Dr.
Kacung Marijan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh badan milik PBB
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, UNESCO. Penelitian tersebut
kemudian menghasilkan Cultural Development Index.
“Dari data Cultural
Development Index UNESCO, penduduk negara-negara berkembang hanya membelanjakan
uangnya hanya 9 persen untuk budayanya sendiri, tapi justru mengkomsumsi 70
persen produk budaya negara maju. Bayangkan berapa besar devisa yang lari ke luar negeri,” tanya Kacung
Marijan.
Prof. Dr. Kacung
Marijan kemudian mencontohkan kondisi
museum di Indonesia yang belum optimal sehingga masyarakat enggan berkunjung. Justru
ada masyarakat kita yang senang mengunjungi museum di luar negeri.
“Saya pernah
mengunjungi Museum Nasional di Jakarta jam delapan pagi, ternyata masih sepi
dan pegawainya belum siap,” katanya memberikan contoh.
Belum lagi dengan
komsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk budaya lain seperti musik, film,
dan lainnya yang datang dari negara lain.
Oleh karena itu
Ditjen Kebudayaan mendapatkan tugas dari Kemdikbud RI untuk membenahi manajemen
pengelolaan kebudayaan serta mengintegrasikan kebudayaan dalam pendidikan.
Salah satu yang
tengah ditempuh adalah memasukkan kebudayaan dalam Kurikulum 2013 dan bakal
diterapkan.
“Termasuk tentang
keris ini. Sebenarnya apa sih filosofi keris itu? Jangan sampai anak cucu kita
nanti malah belajar keris ke luar negeri. Sebab jangan lupa kebudayaan itu
tidak hanya mengenai produk saja, tetapi juga mencakup nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya,” ujarnya lagi.
Pernyataan Dirjen
Kebudayaan ini mendapatkan dukungan dari pembicara selanjutnya yang merupakan
pemerhati keris, KRA Panji Prasena Cokro Adiningrat. Menurutnya selama ini
masyarakat mengidentikkan keris dengan hal-hal yang berbau klenik, namun
nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam keris malah tidak diketahui. Bahkan
tidak jarang terjadi salah paham akan keris yang sudah ditetapkan sebagai
warisan budaya oleh UNESCO.
“Misalnya ada orang
yang membakar kemenyan pada sebuah keris, disangka memberi makan yang menjaga
keris. Padahal asap kemenyan tadi berfungsi melapisi keris agar tidak mudah
berkarat,” tuturnya.
Dari penelitian yang
dilakukan, asap kemenyan mampu membentuk lapisan lilin pada keris. “Makanya
keris yang sudah berusia ratusan tahun peninggalan nenek moyang kita tetap
awet. Ini sekaligus membuktikan bahwa nenek moyang kita sudah memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi,” jelas KRA Panji Prasena Cokro Adiningrat yang banyak
membeberkan kandungan filosofis keris.
Seusai sarasehan
Dirjen Kebudayaan membuka pameran Tosan Aji yang akan berlangsung hingga
tanggal 15 Juni 2013. Para peserta pameran adalah paguyuban pecinta keris dan
kolektor keris dari Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
Mereka antara lain
adalah Tundung Aji Madiun, Ajisaka Malang, Aura Pusaka dan Panji Patrem
Trenggalek, Panji Blitar, Aji Wengker Ponorogo, Paksi Solo dan tuan rumah
Pataji Nuso Barong Jember. (dins)
No comments :
Post a Comment