BERANDA RAKYAT Jember – Masih banyak masyarakat
yang belum mengetahui program jaminan persalinan (Jampersal), Kader Posyandu pun
mengalaminya. Seperti terungkap dalam desiminasi informasi riset angka kematian
ibu dan an
ak balita melalui jaminan persalinan, Kamis (4/7/
2014).“Kami tidak tahu bagaimana
Jampersal. Kami minta penjelasan penghitungan Jampersal yang tidak menggunakan
biaya, sehingga memudahkan untuk menyampaikan ke masyarakat,” ungkap Siti Muflikha,
salah seorang kader Posyandu Kecamatan Silo.
Pernyataan Siti tersebut
menegaskan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Cakrawala Timur. Disebutkan
banyak ibu-ibu masih belum mengetahui adanya program Jampersal. Toh jika sudah
tahu, ibu-ibu akhirnya memilih ke dukun karena biayanya lebih murah.
Tidak jelasnya informasi tentang jenis-jenis
obat dan pelayanan yang diberlakukan di Jampersal membuat banyak masyarakat
kecewa. Semula mengira gratis, ternyata masih harus membayar hingga jutaan
rupiah.
“Sebagai kesimpulan, budaya, pendidikan,
pengetahuan tentang kesehatan, dan informasi Jampersal belum dipahami dengan
utuh sebagai wujud hak kesehatan perempuan dan anak,” terang Khanis, peneliti
Yayasan Cakrawala Timur dalam
pemaparannya.
Penelitian tentang angka kematian
ibu dan anak balita melalui jaminan persalinan tersebut dilakukan di dua
kecamatan. Kecamatan Silo sebegai representasi daerah pedesaan, dan Kecamatan
Kaliwates sebaga representasi daerah perkotaan.
Sebagai panelis dalam desiminasi
itu, Ketua DPRD Jember Saptono Yusuf dan Achmad Syafiq dari Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Penelis lain Direktur Kesehatan dan Gizi
Masyarakat Bappenas Hadiat tidak hadir. Desiminasi itu diikuti oleh pihak-pihak
terkait Jampersal di dua kecamatan. Mereka yakni Lurah, kader posyandu, kepala
puskesmas.
“Penelitian ini setahun yang lalu.
Kami memilih jember karena urutan pertama tingkat jawa timur kematian ibu dan
anak,” kata Khanis. Hasil penelitan, lanjut Khanis, diharapkan ada rencana
tindak lanjut oleh pemerintah daerah menjadi program.
Saptono Yusuf menjelaskan, ada
banyak hal yang harus dibicarakan tentang kesehatan. Data dinas kesehatan,
banyak bayi mati dibanding ibu. Tahun 2010 ibu meninggal tinggi (55), bayi mati
pada tahun 2011 (439).
“Per hari ini ibu yang meninggal
baru 19. Per hari ini ada 205 bayi meninggal. Ini menjadi PR kita bersama,” tegas
Saptono.
Terkait dukun bayi, Saptono
memberikan usul menarik. Dia berharap dukun bayi tidak selalu menjadi sasaran
tembak, namun tidak diberdayakan. “Dukun bayi menjadi mata pencaharian. Bisa
pemberdayaan di puskesmas, di bagian ari-ari. Seperti ini, tidak lepas dari
kesehatan kehamilan. Dukun bayi lebih dari seribu, pernah didata capai 1500,’
terangnya.
Saptono juga menyoroti kondisi
Puskesamas. Dia mencontohkan Puskesmas Mayang yang tampak tidak layak. “Kenapa
tidak mengajukan anggaran ke dinas,” katanya. “Ada pasien yang tidur dengan
kasur yang tidak nyaman, tapi perawatnya malah tidur di kasur spring bed. Ini mau tidur apa mau
melayani pasien,” kritk Saptono.
Sementara Syafiq menyoroti marginalisasi
tubuh perempuan yang ditemukan dalam penelitian. “Bias jender, yakni diputuskan
oleh orang lain. Sebagia pemilik tubuh, perempuan termarginalisasikan,’
jelasnya. (dins)
No comments :
Post a Comment